Posted by
Unknown
|
0
comments
PANTAI NGOBARAN
PANTAI NGOBARAN
dari Pura hingga Landak Laut Goreng
Desa Kanigoro, Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia
Pantai Ngobaran ternyata kaya pesona budaya; mulai dari pura,
masjid yang menghadap ke selatan, hingga potensi kuliner terpendam yaitu landak
laut goreng.
Datang ke Pantai Ngrenehan dan menikmati ikan bakarnya belum
lengkap kalau tak mampir di pantai sebelahnya, Ngobaran. Letak pantai yang
bertebing tinggi ini hanya kurang lebih dua kilometer dari Pantai Ngrenehan.
Tak jauh bukan? Penduduk Pantai Ngrenehan saja sering membicarakan dan mampir
ke Pantai Ngobaran, mengapa anda tidak?
Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air
surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau
maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela
karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang
laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut,
hingga golongan kerang-kerangan.
Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona
budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu
diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau
kepercayaan berdiri berdekatan. Apakah itu bentuk multikulturalisme? Siapa
tahu.
Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah
semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu
didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu
keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini
adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama
"Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya
V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai
keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini.
Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda
akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut
Kejawen. Saat Penulis berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut Kejawen
sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen
berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan
perbedaannya.
Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo,
anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman
tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini
tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah
itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri,
Raden Patah (Raja I Demak).
Kebenaran cerita tentang Brawijaya V ini kini banyak
diragukan oleh banyak sejarahwan. Sebabnya, jika memang Raden Patah menyerang
Brawijaya V maka akan memberi kesan seolah-olah Islam disebarkan dengan cara
kekerasan. Banyak sejarahwan beranggapan bahwa bukti sejarah yang ada tak cukup
kuat untuk menyatakan bahwa Raden Patah melakukan penyerangan. Selengkapnya
bagaimana, mungkin Anda bisa mencari sendiri.
Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh
terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya
pura tersebut.
Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid
berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena
lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika
kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke
selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung
dapat melihat lautan. Ketika PENULIS menanyakan pada penduduk setempat, tak
banyak yang tahu tentang alasannya. Bahkan, penduduk setempat sendiri heran
karena yang membangun pun salah satu Kyai terkenal pengikut Nahdatul Ulama yang
tinggal di Panggang, Gunung Kidul. Sebagai petunjuk bagi yang akan sholat,
penduduk setempat memberi tanda di tembok dengan pensil merah tentang arah
kiblat yang sebenarnya.
Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda
bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan
menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada
tengkulak. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga
tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa
dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah
menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel.
Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan
topi kepala untuk menghindari panas.
Landak laut yang didapat biasanya diberi bumbu berupa garam
dan cabe kemudian digoreng. Menurut penduduk, daging landak laut cukup kenyal
dan lezat. Sayangnya, tak banyak penduduk yang menjual makanan yang eksotik
itu. Tapi kalau mau memesan, coba saja meminta pada salah satu penduduk untuk
memasakkan. Siapa tahu, anda juga bisa berbagi ide tentang bagaimana memasak
landak laut sehingga warga pantai Ngobaran bisa memakai pengetahuan itu untuk
berbisnis meningkatkan taraf kehidupannya.
Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat
peribadatan hingga hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain.
sumber YogYES.COM
0 comments: